Berdaya Sejak Dalam Pikiran

http://showcase.indonesiakreatif.net/index.php/media/detil/556/keumalahayati 
Oleh: Siti Muyassarotul Hafidzoh*

Kawan-kawan santriwati Gedung Putih yang saya cintai. Terima kasih sudah diberikan kesempatan untuk berbagi wacana di blog yang sangat penuh inspiratif ini. Saya jadi kangen dengan suasana GP yang kekeluargaan, yang memberikan banyak motivasi kepada saya, apalagi dalam pengajian Pak Sahiron, wah pokoknya semangat banget pengen menjadi perempuan yang berharga. Dari kamar lantai 2 pojok tangga-lah saya memulai mewujudkannya, kegemaran untuk menuangkan gagasan muncul. Kegemaran menulis membuat saya sekarang mampu berdiri menjadi seorang ibu rumah tangga, seorang mahasiswa dan seorang jurnalis independen. Semoga tulisan berikut mampu memberi sedikit cahaya untuk kawan GP supaya cahaya GP semakin terang dan terang... hehehe...

Permasalahan tentang perempuan tidak pernah habis dikupas oleh siapa pun, perempuan memiliki aura tersendiri sehingga apapun dari perempuan menjadi menarik untuk ditelusuri lebih dalam. Pemberdayaan perempuan sampai saat ini masih digalakkan oleh berbagai macam kalangan. Dampak dari kesetaraan gender dan feminisme ini sangat berpengaruh besar terhadap pemberdayaan perempuan. Semua usaha dilakukan demi mengangkat harkat dan martabat perempuan yang masih menjadi perdebatan yang cukup pelik.

Apapun usaha untuk memberdayakan perempuan dirasa sangat baik, namun yang perlu diingat adalah apakah para perempuan khususnya perempuan awam yang tidak faham dengan gerakan gender dan feminisme menyadari akan pentingnya pemberdayaan yang selama ini dilakukan. Perempuan awam yang notabenya hanya sebagai rakyat kecil biasa dan memiliki pendidikan yang biasa pula terkadang masih tidak memahami makna dari pemberdayaan. Mereka masih berpikir bahwa mereka hanya sosok perempuan yang memang sudah seharusnya hidup hanya untuk menjalankan tugas domestiknya. Tidak usahlah berpendidikan yang tinggi karena pada akhirnya jadi istri orang juga. 

Pemikiran yang seperti itu masih banyak dirasakan oleh kalangan perempuan awam, mereka tidak terlalu sibuk dengan memikirkan kesetaraan, pemberdayaan bahkan menuntut hak sebagai perempuan, karena yang hanya mereka tahu adalah mereka perempuan yang sudah memiliki takdir tidak sama dengan laki-laki atau di bawah laki-laki. Jika pemikiran ini masih merasuk pada perempuan awam maka gerakan gender dan feminisme hanya dirasakan oleh perempuan yang notabennya menengah ke atas dan yang mampu memiliki pendidikan layak. Bukankah ini menjadi permaslahan tersendiri bahwa perempuan yang tercerahkan hanya perempuan yang memiliki finansial lebih. Maka akan terjadilah dikriminasi antar perempuan.

Perempuan yang memiliki banyak kelebihan masih menggalakkan kesetaraan namun melupakan perempuan awam yang seharusnya mereka lebih mendapatkan pencerahan. Kesadaran untuk berdaya tidak dimiliki oleh semua perempuan, oleh karena itu menjadi tugas siapakah untuk menyadarkan pemberdayaan pada diri perempuan. Tentulah tugas semuanya.
Jangan hanya terlena untuk menuntut kesetaraan gender dan feminisme kemudian menyalahkan laki-laki yang selalu mengunggulkan nilai patriarkhinya, namun melupakan untuk menyadarkan para perempuan untuk lebih berdaya sehingga ketika kesadaran itu sudah dimiliki maka dengan sendirinya perempuan akan menggerakkan kemampuannya untuk meraih pendidikan yang layak dan pekerjaan yang memberdayakannya. Bukankah akan lebih mudah tugas para tokoh gender dan feminisme.

Berdaya dari pikiran
“Kepekaan perempuan lebih peka dari seribu matahari”, begitulah ujaran dari penyair perempuan dari Aceh ibu Rosni Idham. Beliau adalah perempuan yang memiliki jiwa seni yang indah yang selalu mengalir dalam darahnya, dan berjuang untuk perdamaian dunia dan pemberdayaan perempuan. Menurut beliau perempuan adalah sosok yang memiliki kepekaan yang tajam melebihi laki-laki, bahkan beliau mengibaratkannya dengan lebih tajam dari seribu matahari. Ini yang harus kita perhatikan, ternyata dalam diri perempuan memiliki sensitifitas perasaan yang begitu peka. Kepekaan ini digunakan untuk menyadarkan diri perempuan untuk berdaya.

Menggerakkan hati perempuan akan lebih mudah jika melalui hati pula. Perempuan awam yang belum mendapatkan pencerahan untuk berdaya seharusnya kita dekati dengan hati yang tulus. Menyadarkan secara perlahan bahwa perempuan memiliki kemampuan yang luar biasa yang tidak boleh hanya didiamkan begitu saja namun harus diapresiasikan untuk kehidupan lebih baik.

Perempuan mampu untuk bertarung dengan laki-laki dalam bidang apapun, baik pendidikan maupun pekerjaan. Menanamkan kesadaran seperti itu dalam diri perempuan adalah kunci untuk pencerahan. Ketika sejak dalam pikiran para perempuan sudah sadar akan pentingnya kesetaraan dan berdaya, maka dalam kehidupan akan mungkin untuk melakukan semua itu. Bagaimana tidak karena sukses itu bermula dari hati dan pikiran.

Perempuan dan laki-laki itu setara, bahkan menurut Dr. Eti Nurhayati dalam bukunya Psikologi Perempuan (2012) menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki sifat yang sama, maksudnya dalam jiwa perempuan ada sifat maskulinnya, dan dalam jiwa laki-laki ada sifat feminimnya. Apabila seseorang mampu mengkolaborasikan dan menggunakan kedua sifat tersebut maka ia akan menjadi sosok yang profesional dan bijak dalam menanggapi kehidupan. Pernyataan Dr. Eti ini hampir sama dengan teori psikologi Carl Jung yang menyatakan bahwa perempuan atau laki-laki yang mengembangkan kedua sifat tersebut lebih sehat secara psikologi. 

Hal ini sangat penting untuk disadari, bahwa dalam diri perempuan pun terdapat sifat maskulin. Menyadari hal itu maka perempuan akan tidak segan-segan melakukan pemberdayaan. Kesadaran untuk berdaya yang dimiliki perempuan akan berdampak positif bagi anak-anaknya. Perempuan yang sadar akan pencerahan, maka ia pun akan mencerahkan anak-anaknya. Dan ini bukan hanya terjadi pada perempuan yang berfinansial lebih, namun perempuan awam pun akan mampu melakukan itu.
Oleh karena itu, untuk para tokoh penggerak gender dan feminisme, jangan lupa untuk membuat agenda besar dalam menyadarkan para perempuan awam untuk memiliki kesetaraan dan pemberdayaan yang layak, bukan hanya terjebak dalam agenda menyalahkan kaum laki-laki dengan budaya patriarkhinya saja. Karena penyadaran dalam diri perempuan jauh lebih penting daripada sekedar menyalahkan kaum laki-laki.

Perempuan, berdayalah sejak dalam pikiran, jemputlah kesuksesan dengan tangan muliamu dan jadikan tangan itu berdaya dan memberdayakan. Karena perempuan adalah ibu dari kehidupan.

*Ibu Rumah Tangga, Alumni Pesantren Gedung Putih. (tulisan berikut pernah dimuat di Koran Suara Merdeka, edisi 25 Januari 2012) 

Komentar