buktidansaksi.com |
KEHIDUPAN BANGSA ARAB ERA PERJUANGAN NABI SAW.
Salah satu peristiwa luar biasa yang
dialami oleh Nabi Muhammad SAW. adalah Isra’ Mi’raj. Hampir semua ulama
ahli tafsir dan hadis membahas masalah
ini. Mulai dari ulama’ klasik hingga ulama’ kontemporer.
Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa
di luar akal pikir manusia sehingga banyak memunculkan perdebatan di dalamnya.
Karna peristiwa ini, banyak orang semakin bertambah keimanannya pada Nabi
Muhammad SAW. dan sebaliknya, banyak juga orang-orang yang menanggalkan
keimanannya. Lantas apa yang perlu kita kaji dari peristiwa ini? Itu
pertanyaan yang penting untuk di jawab terkait dengan konteks kekinian.
Mengacu pada
sejarah, Isra’ Mi’raj terjadi pada tahun 621 M. Sekarang tahun 2016 M, ada rentang waktu sekitar 1400 tahunan lebih, peristiwa ini
dialami Rasulullah SAW.
setelah mendapat risalah kenabiannya. Isra’
Mi’raj terjadi pada momen-momen paling kritis dalam sejarah Rasulullah SAW. Bagaimana
tidak? Pada tahun tersebut Rasulullah SAW. sedang semangat-semangatnya berdakwah.
Di sisi lain, kaum kafir Quraisy juga sedang semangat-semangatnya melakukan
perlawanan terhadap dakwah Rasulullah SAW. Sebenarnya apa yang membuat mereka begitu gencar menentang dakwah Rasul? Apa yang disampaikan oleh Rasulullah
SAW. sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan apa yang selama ini dipercayai oleh
bangsa Arab terkait masalah ketuhanan. Bahkan ketika mereka ditanya siapa yang
menciptakan alam semesta ini,
maka mereka serentak menjawab bahwa Allah SWT. lah yang menciptakan alam semesta
ini. Artinya, bahkan kaum musyrikin juga mengakui bahwa sebenarnya Allah SWT.
lah sang pencipta, tapi mengapa ketika mereka diajak untuk mengesakan Allah SWT.
secara tauhid mereka tidak mau?
Sebenarnya, penolakan mereka didasari adanya rasa ketakutan.
Sejarah mencatat bahwa pemerintahan di jazirah Arab saat itu tidak berbentuk kerajaan.
Artinya, tidak ada seorang pun yang memiliki kekuasaan mutlak, baik
secara politik, sosial, maupun spiritual. Lalu bagaimana kota
Makkah bisa menjalankan kehidupannya padahal tidak ada penguasa? Makkah pada masa itu dipimpin
oleh golongan aristokrat, oleh pemimpin-pemimpin suku yang membentuk dewan kota
Makkah, bukan oleh walikota. Ini
semacam majlis yang anggotanya merupakan kepala-kepala suku, kepala-kepala bani,
dan mereka ini yang mengatur birokrasi di Makkah. Implikasinya adalah meski ada kepala
suku yang mempunyai anggota yang sedikit, namun memiliki kekuatan yang tetap. Seseorang tidak mungkin
keluar dari suku atau baninya
karena itu bersifat genetik. Kecuali perempuan yang memiliki suami dari
bani lain, maka bani perempuan tersebut akan mengikuti suaminya, dan jika suami
mereka meninggal atau terjadi perceraianmaka ia akan menjadi stateless, atau tidak masuk ke bani manapun. Itulah kenapa istri RAsulullah
SAW. banyak yang merupakan seorang janda, karena mereka tidak memiliki
kesukuan, dan status mereka sebagai warga negara tidak diakui, serta
keselamatannya menjadi terancam.
Dari sini kita
bisa melihat, stratifikasi sosial yang akan terbangun oleh angkuhnya
aristrokasi masyarakat arab. Waktu itu terdapat dua status warga
negara, yang pertama orang merdeka dan yang kedua adalah
budak. Orang merdeka terbagi lagi menjadi dua kelompok, ada yang biasa dan ada yang menjadi
pemimpin kabilah atau pemimpin
bani. Budak dianggap seperti
harta, meski mereka manusia, tapi dihukumi sebagai benda. Kebanyakan mereka
merupakan pihak yang kalah dalam perang. Ketimpangan status sosial ini berbeda
jauh dengan sabda Rasulullah
SAW., bahwa semua manusia adalah sama di mata Allah SWT.
Apapun status dan gendernya. Yang membedakan adalah ketaqwaan mereka pada Allah SWT.
Coba
bayangkan, jumlah budak di Makkah
itu sangat banyak, satu orang memiliki satu bahkan dua budak. Bahkan untuk para pemimpin
kabilah dan orang-orang
yang memiliki strata
tinggi bisa memiliki 10 sampai 100 budak. Hal ini menyebabkan struktur
masyarakat disana berbentuk piramida, dari
yang paling atas merupakan dewan kota, lalu pemuka kabilah, kabilah,
rakyat jelata, dan budak yang menduduki bagian paling bawah namun memiliki
jumlah paling banyak. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika kaum budak
yang jumlahnya paling banyak ini mengalami kesadaran kelas? Mereka selama ini berada pada posisi
selalu dibawah dan ditekan terus-menerus. Tetapi,
oleh Islam mereka dianggap setara. Buktinya, tidak sedikit para sahabat besar
yang justru datang dari kalangan budak. Diantaranya adalah Bilal bin Rabbah dan
Zaid bin Haritsah. Oleh Rasulullah SAW. Bilal diangkat menjadi muadzin. Ada
juga Zaid bin Harisah yang dimerdekakan kemudian diangkat sebagai putra oleh Rasul.
Jadi, ternyata Rasulullah SAW. melakukan reformasi struktur
sosial yang menjungkir balikkan tatanan masyarakat Arab. Hal tersebut membuat kelompok penguasa di Arab ketakutan seandainya kaum yang berada di bawah menuntut haknya dalam urusan
politik, ekonomi,
sosial dll. Itulah mengapa mereka sangat ingin menyingkirkan Rasulullah SAW. dengan berbagai cara.
Satu lagi
pembaharuan yang dilakukan Rasulullah SAW. adalah pengangkatan derajat
perempuan. Di mana saat itu tradisi
Arab menganggap bahwa perempuan adalah harta. Contoh jika suami meninggal,
istri boleh saja diperistri oleh anaknya sendiri dan hal tersebut wajar. Rasulullah SAW. membalik semua itu
dengan menyatakan bahwa perempuan adalah juga manusia yang punya hak untuk
mendapat hidup yang layak, menentukan pilihanya sendiri, dan juga berhak
menerima warisan. Hal seperti ini, oleh bangsa Arab juga dianggap mengancam
perekonomian saat itu. Dalam
beberapa hal tertentu, Islam juga memberikan kesempatan pada perempuan untuk
memiliki peran di luar kehidupan rumah tangganya, tidak hanya dalam lingkup
domestik rumah tangga saja.
Dua revolusi
inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. untuk membentuk tatanan bangsa Arab menjadi
lebih baik. Namun, dalam pandangan orang Arab langkah Rasulullah SAW. tersebut
justru dinilai merugikan bagi mereka dan mengancam kekuasaan yang telah mereka
genggam selama ini. Oleh karena itu, bangsa Arab pada masa Nabi berjuang
mati-matian untuk menggagalkan dakwah beliau mulai dari cara yang halus hingga
pada kekerasan fisik. Hal ini tentunya membuat Rasulullah SAW. bersedih karena
melihat para sahabatnya mendapat tekanan dan siksaan setiap harinya. Di tambah
lagi kepergian orang-orang yang Rasulullah SAW. cintai yang selalu membela dan
melindungi beliau seperti istri beliau, Khadijah dan paman beliau, Abu Thalib.
Untuk mengurangi kesedihan Rasulullah SAW. ini, kemudian Allah SWT.
menghiburnya dengan memperjalankannya pada suatu malam, yaitu pada malam Isra’
Mi’raj.
Mau’idhah Hasanah dalam peringatan Isra’ Mi’raj
oleh Bpk. Nasruddin
Komentar
Posting Komentar