MENYEMIR RAMBUT DALAM PANDANGAN ISLAM
Gaya hidup masyarakat selalu mengalami
perkembangan dari masa ke masa. Baik dari segi busana, teknologi, hingga
makanan. Hal-hal semacam ini sudah menjadi sesuatu yang lazim. Orang yang tidak
bisa mengikuti perkembangannya bisa jadi dianggap sebagai orang yang kuno oleh
kelompok masyarakat tertentu.
Dewasa ini, salah satu aspek yang ikut
berkembang adalah dalam hal tren menyemir rambut. Banyak orang khususnya
masyarakat perkotaan banyak yang menyemir rambut karena dianggap sebagai model
kekinian. Menyemir rambut juga dianggap sebagai ekspresi dari suatu keindahan
seni. Namun, selain dilakukan oleh masyarakat perkotaan, menyemir rambut juga
dilakukan oleh sebagian kelompok keagamaan Islam. Mereka menyemir rambutnya
karena beraggapan ingin meniru Rasulullah SAW. hal ini merupakan sesuatu yang
sangat kontras. Di satu sisi menyemir rambut menjadi tren bagi masyarakat
perkotaan dan di sisi lain menyemir rambut menjadi budaya sebagian kelompok
beragama. Lalu, sebenarnya bagaimana Islam memandang tentang menyemir rambut
itu sendiri?
Menyemir rambut kepala atau pada jenggot
bagi orang laki-laki dikaitkan dengan masalah perhiasan. Orang Yahudi dan Nasrani
berpendapat bahwasannya mereka tidak mau melakukan semir ramput ataupun jenggot
dikarenakan hal tersebut dapat menghilangkan sikap peribadatan dan keagamaan,
sebagaimana para rohib dan orang-orang yang berlaku zuhud secara berlebihan
dalam beragama. Akan tetapi, Rasulullah
SAW. melarang taqlid kepada suatu kaum terutama non muslim, mengikuti jalannya, dengan tujuan agar
kaum muslimin mempunyai identitas tersendiri.
Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda yang artinya: “Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani tidak
menyemir rambut, maka berbedalah dengan mereka.” Namun, dalam hal menyemir rambut ini hanya dijadikan sebagai
kesunatan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya al-Haram
Wa al-Haram. Karena pada
zaman sahabat, ada sebagian yang menyemir
rambutnya seperti Abu Bakar dan Umar. Dan
ada juga yang tidak menyemir rambutnya seperti Ali, Ubay
bin Ka’ab, dan Anas.
Lalu, apakah setiap orang diperbolehkan
menyemir rambutnya? Ataukah ada persyaratan tertentu? Di dalam pembahasan ini Syekh Yusuf Qardhawi menjelaskan
bahwasannya orang yang sudah sangat tua dan seluruh rambutnya sudah putih
seperti kapas, maka dilarang menyemir rambut dengan warna hitam. Seperti sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang
artinya: “Ubahlah (semirlah)
rambut ini, tetapi jauhilah warna hitam.” Sedangkan orang yang masih muda dan kulitnya
belum berkerut, maka tidak berdosa ketika
menyemir rambut dengan warna hitam. Mengenai hal ini Az-Zuhri berkata: “Kami
menyemir rambut dengan warna hitam, ketika wajah masih tampak muda, namun
jikalau kulit sudah megkerut dan gigi sudah ompong, maka kami meninggalkan
hitam itu.”
Segolongan ulama seperti Sa’ad bin Abi Waqosh, Uqbah bin Amr, Hasan,
Husain, dan
Jarir memperbolehkan menyemir rambut denngan warna hitam. Namun,
dalam sebagian pendapat lain menyemir rambut dengan warna hitam tidak
diperbolehkan, kecuali dalam keadaan berperang. Dengan demikian musush akan gentar hatinya, karena melihat pasukan
muslim semuanya masih tampak gagah dan muda. Sementara itu, mengenai bahan yang
diperbolehkan untuk menyemir rambut, ada suatu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar, bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: ”Sesungguhnya
sebaik-baiknya alat yang kamu pergunakan untuk mengubah warna ubanmu adalah
katam dan hina.” Katam adalah pohon di Yaman yang mengeluarkan
cairan hitam kemerah-merahan dan hina’ mengeluarkan warna merah.
Dari penjelassan di atas, bisa kita ambil
pelajaran bahwa menyemir rambut tidak dilarang dalam Islam. Namun, perlu
diingat bahwa dalam menyemir rambut juga harus memperhatikan aspek kepantasan
dan hendaknya menggunakan media atau bahan yang dihalalkan dalam Islam.
Sehingga, semir rambut yang dipraktekkan tidak menghilangkan nilai keindahannya
dan juga tidak melanggar syari’at yang telah ditetapkan oleh Islam.
sumber : Kitab Halal Haram , Syekh Yusuf Al-Qordlowi
Komentar
Posting Komentar